Kamis, 11 September 2008

hidup itu indah & mati menuju keindahan hakiki

Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh, kesejahteraan, rahmat dan berkah Allah semoga tercurahkan atasmu. Assalaamu ‘alaikum, setiap orang mengucapkannya sebagai tradisi, tapi kita melafadzkannya sebagai ibadah pada Illahi, kita ucapkan penuh dengan getaran makna cinta kasih yang agung. Atasmu, yang kucintai di jalan Allah, kesejahteraan, rahmat dan berkah-Nya.

Yah, sepertinya diriku di atas mimbar sholat dalam suatu kesyahduan doa yang tulus mengusung cinta dan kasih, seraya kulafadzkan untukmu sedangkan aku berada dalam puncak keikhlasan dan kejujuran…assalaamu ‘alaik, kesejahteraan, rahmat dan berkah Allah tercurah atasmu. Doa yang sempurna kupersembahkan untukmu dari haribaan Yang Maha Suci nan Agung, doa dari segumpal darah yang mencintaimu jauh di lintas ruang dan waktu, tanpa melihatmu. Ku ingin mencintai semua orang yang kucandra dengan hatiku.

Kenapa? Karena hati adalah gudang gulungan rahmat, cinta sekaligus rasa malu. Ialah yang menjadikan orang memiliki keistimewaan dalam kebajikan, kebenaran, dzauq (rasa), keindahan, dan rasa malu. Barangkali inilah taushiyahku yang pertama untukmu; mari kita jadikan diri kita pewadagan untuk kebajikan, kebenaran, dzauq, keindahan, dan rasa malu. Malu memiliki kekuatan kendali yang dahsyat pada hati, sedangkan keindahan memiliki kekuatan kendali yang dahsyat pada akal. Keindahan termaksud adalah kecerahan jiwa yang menjelma dalam pancaran muka, "simahum fi wujuhihim min atsaris sujud", simat-simat (tanda-tanda) mereka tampak pada muka mereka dari atsar sujud.

Bila kau saksikan pemilik jiwa yang demikian, cintanya akan membimbingmu menuju rambu-rambu kebenaran dan cahaya, nuruhum yas’a baina aidihim wa bi aimanihim, cahaya mereka memancar di depan dan kanan mereka, adzilatin ‘alal mukminina a’izatin ‘alal kafirin, mereka bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mu’min dan bersikap keras terhadap oarang-orang kafir. Inilah keindahan hakiki itu.

Sedangkan malu, ialah keindahan yang hidup, yang besinar dan berbicara, yang menarik hati dan jiwa, bahkan menundukkannya. Sungguh benar sabda Rasulullah ?; al hayau khairun kulluhu, malu itu semuanya baik. Likulli dinin lahu khuluqun wa khuluqu hadzad din al hayau, setiap agama memiliki moral, sedangkan moral dien ini adalah rasa malu.

Orang yang di beri kebaikan (jiwa) seperti ini adalah orang yang memiliki kemuliaan dan yang dapat diharapkan. Dan mereka yang memiliki potensi seperti itu musti menjadi pelita dan dai-dai penyeru dengan apa yang telah Allah anugerahkan padanya berupa kemuliaan akhlaq, berdiri tegap di garis terdepan di jalan ar-Rahman, menyeru dengan kalimat Allah; wa anna hadza shirathiy mustaqima, fattabi’uhu wala tattabi’us subula fatafaraqa bikum ‘an sabilih, inilah jalanku yang lurus; maka ikutilah ia dan janganlah kalian ikuti jalan-jalan (yang llain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya.

Saudaraku;
Dunia ini butuh hati, ‘awathif (kelembutan jiwa) dan masya’ir (sensitifitas rasa); maka jadilah hati untuk alam ini, hidupkan dengan ‘awathif dan masya’irmu. Sesungguhnya manusia yang hidup tanpa hati, ‘awathif dan masya’ir, walaupun kadang ia memiliki falsafah, teori dan pengalaman, tetapi manusia tidaklah disebut manusia kecuali memiliki unsur-unsur kejiwaan dan ruh yang demikian itu. Kerena kalau tidak demikian, maka manusia robot dan komputer sudah cukup menggatikan fungsi tugas manusia.

Manusia itu ya ruh, hati juga ‘awathif. Bila kunyatakan ‘athifah untuk suatu pujian bukan berarti ‘athifah yang mutlak tanpa kendali (pengikat) dan batas, karena sesungguhnya ‘athifah adalah suatu denyut, kebangunan dan kehidupan, yang terikat oleh ushul-ushul syara’. Oleh sebab itu siapa yang berinteraksi dengan ‘awathif jahiliyah tidak akan berdiri kokoh dengan ‘awathif yang bersih nan ‘afifah, mampu menjaga diri dari segala ketidak patutan. Itulah rahasia hidup muslim, rahasia kewujudan rohani.

Hakikat inilah yang pernah di candra al imam Hasan Albana lewat ungkapan beliau; wahai ikhwan, kendalikan semangat ‘awathifmu dengan ketajaman akalmu, dan sinarilah teori akalmu dengan kedalaman ‘awathifmu.

Sesungguhnya ‘awathif (baca: gejolak jiwa) seorang akh/ukh muslim sejati musti terikat, bahkan terlindung dalam benteng taqwallah Yang Maha Agung. Tidak mungkin kita mengurungnya atau memasabodohi bahkan membunuhnya, karena ia adalah fitrah. Tetapi Islam yang agung datang membuka untuknya jendela-jendela kesucian, ‘ifah dan kejernihan. Dari jendela-jendela itu yang teragung adalah ungkapan; inniy uhibbuka fillahi ta’ala. ‘Athifah ukhuwah dan cinta adalah bekal teragung dalam menghadapi thoghut-thoghut materi. Ialah suplai makanan bagi kelaparan akan kelembutan jiwa yang sebagian besar tercurah dari dalam hati.

“Dalam banyak kesempatan aku mencium anak-anakku ketika mereka dalam masa susuan, dan aku lebih cenderung untuk merengkuhnya sehingga kudapati kelegaan dan kebahagiaan dalam jiwaku. Tetapi kadang saya berfikir bahwa apa yang aku lakukan itu berlebihan, sampai suatu ketika aku baca dalam sirah Rasul kita yang agung dalam perang mu’tah; ketika beliau pergi ke rumah Ja’far bin Abi Thalib tuk mengunjungi anak-anaknya setelah Allah mengkhabarkan tentang kesyahidannya, rawi khabar ini menceritakan: maka Rasulullah ? menciumi anak-anak Ja’far dan mendekap mereka dalam ‘rengkuhannya’. Dan ketika kubaca kalimat itu tak kuat rasanya aku menguasai banjr tangisku.”

Wahai saudaraku Muslim yang mulia, makmurkanlah dunia ini dengan banjir kasihmu, berilah rasa semua hati dengan tambahan sayangmu dan khususkanlah saudara-saudara muslimmu dengan derajat tertinggi dari kehangatan cintamu, berilah rasa pada mereka bahwa kamu mencintainya. Itulah kapsul untuk mengobati 1001 kesulitan dan kemusykilan; sesungguhnya sebagian kemusykilan dunia ini di sebabkan oleh padam dan bekunya ‘athifah (cinta) atau karena penyelewengannya. Cinta yang pernah disabdakan oleh Baginda Panutan kita:

“Demi dzat yang jiwaku dalam kuasa-Nya, kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman, dan kalian belum dianggap beriman sebelum kalian saling mencintai dan mengasihi satu sama lain.”

Cinta kasih adalah ruh kehidupan dan pilar bagi lertarinya umat manusia. Oleh sebab itu Syaikh Yusuf Al-Qardhawiy menganalogikannya dengan quwwah maghnathisiyyah, cinta ibarat kekuatan gaya grafitasi. Apabila kekuatan gaya grafitasi dapat menahan bumi dan bintang-bintang dari saling bertumbuk-benturan dan runtuh, maka perasaan cinta kasih itulah yang menjadi kekuatan penahan dari terjadinya pertumbuk-benturan antar manusia yang menyebabkan terjadinya kehancuran. Inilah cinta kasih yang nilai kemanfaatannya telah diketahui oleh umat manusia, sehingga muncullah ungkapan: “Seandainya cinta dan kasih sayang ini telah berpengaruh dalam kehidupan maka manusia tak lagi memerlukan keadilan dan undang undang.”

Cinta adalah satu satunya mutiara yang dapat memberikan keamanan, ketentraman,dan kedamaian. Kita mencintai segala sesuatu dan segenap manusia, bahkan mencintai kesulitan dan rintangan sebagaimana kita mencintai nikmat dan kesenangan. Rintangan justru menumbuhkan semangat dan kekuatan untuk mengatasinya, sehingga jiwa bangkit dan bergerak dengan penuh gelora. Nikmat dan kesenangan ibarat angin yang dapat mendinginkan dan melembutkan panasnya medan perjuangan. Kita mencintai alam seluruhnya; permulaan dan kesudahannya, kematiaan dan kehidupan yang ada di dalamnya. Dan diantara manusia yang sanggup menganut cinta yang begitu besar hanyalah sebagian saja; mereka yang jiwanya bersinar cahaya iman, yang terpancar dari cintanya pada Rabb seluruh alam, yang mengaliri denyut nadi dan gerak titahnya.

Saudaraku, pembela kebenaran sejati! Alangkah indah dan bahagianya bila dai muslim tersinari cahaya cinta-kasih-Nya sebagai ruh gerak dakwahnya. Cinta yang mengharmonikan gerak-putar dakwah sehingga planet-planetnya terhindar dari pertumbuk-benturan. Mari mencari-gapai cinta-Nya!

Saudaraku di jalan Allah,
Sesungguhnya orang-orang yang mengusung tanggungjawab da’watullah kepada umat manusia mustilah berada dalam puncak kebersihan, fallahu thayyibun la yaqbalu illa thayyiba, Allah itu Maha Bagus tidak menerima kecuali yang bagus. Berangkat dari sinilah maka tidak sepatutnya kita membaca al Qur’an kecuali dalam keadaan suci. Demikian pula dakwah, yang kita gantungkan cita-cita kita padanya, yang kita songsong untuk masa depannya; sangat membutuhkan kebersihan hati kita tuk memberi dan menerima, bersabar dan menyabarkan, melapangkan (jiwa) dan bertoleransi. Kita membutuhkan hati yang (siap) terjun ditengah-tengah dhu’afa’, dan (siap) bangkit bersama mereka ke tingkat aqwiya’.

Hati yang sanggup mendekati jiwa-jiwa gersang dengan endapan langkah agar tidak dihindari dan disingkiri, tidak bercakap tentang orang lain kecuali yang baik; semua itu akan memberikan peluang hati mereka untuk (menerima) dakwah, bahkan musuhpun akan menjadi teman yang amat setia; faidzal ladziy bainaka wa bainahu ‘adawatun ka annahu waliyyun hamim, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan semua itu kuncinya adalah kesucian dan kejernihan hati, itulah rahasia kesuksesan.

Sebentar lagi ‘bapak-bapak’ kita akan melakukan perjalanan jauh (karena kita tidak tahu sampai kapan takdir kita untuk tetap tinggal di alam jemala ini), mereka berharap telah dapat menitipkan hidupnya di jemari Yang Maha Agung, sebagaimana harapan mereka; “Telah kutitipakan tanggung jawab dakwah ini di pundak para aktifis muda yang jernih, bersih nan suci hatinya. Dan Allah Maha Tahu, sesungguhnya andaikan kami mencitai dunia ini tidak lain kecuali untuk tegaknya dakwah ini, dan bekal untuk perjalanan jauh ini; kullu nafsin dzaiqatul maut, setiap yang berjiwa pasti merasakan mati. Wama tadri nafsun madza taksibu ghadzaa wama tadri nafsun biayi ardhin tamut, tidak satu jiiwapun yang tahu apa yang akan diusahakan besok; dan tak satu jiwapun yang tahu di bumi mana ia akan mati”.

Kalau demikian yang terjadi pada setiap yang berjiwa, tiada jalan lain bagi kita kecuali merelisasikan cita kita dengan hati yang bersih, tulus dan suci; bersih dari rasa iri, dengki dan hasad. Hati yang terbebas dari kesombongan, bersih sesuci air mendung dan salju. Sehingga ketika ‘sandiwara pentas bumi yang fana telah digulung layarnya, yang dilanjutkan dengan gelar keniscayaan hidup diatas kehidupan, di mana segenap makhluk bumi dan langit, yang beriman dan bertakwa, senantiasa terhangati tulusnya Senyum Allah Rabbul ‘Izzah’. Allahu Akbar!

Wahai saudaraku di jalan Allah,
Engkau kirimkan padaku guratan tinta pikirmu, dan kau katakan padaku penuh dengan pujian. Tapi yang ingin aku katakan: bahwa nasehat dari kedalaman hati dan jiwa yang jernih nan suci akan memberikan percikan cahaya iman, sanggup mengubah sistem dan pola hidup, memberikan bekas yang dalam, menggedor dan menusuk kedunguan hati yang membeku tuk melelehkan butiran-butiran hangat-dingin menbanjiri sujud kepatuhan di hadapan Yang Maha Agung dan Pengampun.

Alangkah senang dan bahagianya si pemilik hati itu, hidup dengan kesucian, kebersihan dan ketulusan hati. Alangkah senang dan bahagianya jika aku dan engkau, saudaraku, memiliki hati yang demikian itu. Semoga Allah swt melindungi, membimbing dan menambah limpahan iman dan taqwa kepada kita, teguh di atas kebenaran. Semoga Allah swt menunjuki kita dengan cahaya-Nya tuk menerangi perjalanan kita dalam mengusung amanah dakwah ini dengan cara hikmah dan kalimah thayyibah. Hikmah itu, sesungguhnya bila keluar dari hati yang selalu conect dengan Rabbnya akan menyalakan pelita hidayah.

Kita tentu senang dan bahagia … kebahagiaan yang terpancar dari aqidah kita yang benar… aqidah yang oleh karenanya kita berkumpul dan bersatu … aqidah yang telah memanjangkan semangat hidup kita. Dan kita telah bersaksi atasnya.

Saudaraku, pembela kebenaran sejati! Kita memang butuh kepercayaan walaupun kadang kita selalu memiliki banyak kekurangan di dalam memenuhi dan menunaikan amanah dan tututan hak-hak Islam pada kita. Untuk itu kita buka pintu hati kita untuk menerima dengan tulus-bahagia seruan dakwah Islam, kita nikmati seruan itu dengan semangat ruh risalah kita. Para pendahulu kita pernah mengungkapkan; inna fi hadzihil ummati manajima la yahjubuha ‘ankum illa ghubaruz zamani, sejatinya dalam ummat ini ada wadug-wadug tambang dari hati; tak suatu apapun yang menghalanginya dari (jangkauan)mu kecuali debu-debu zaman.

Saudaraku, penyeru keagungan Islam! Belai dan basuhlah kuncup-kuncup hati itu biar mekar bagaikan bunga. Dengan demikian bisa kita keluarkan buliran-buliran mutiara yang tersimpan di dalamnya, pancarkan sumber-sumber kebajikan dari hati mereka. Kita, saya dan anda teramat perlu belajar untuk itu. Jangan ragu-ragu untuk berkata; kata-kata yang tercurah dari puncak keyakinan yang tulus dan keikhlasan (bersih dari segala macam kesyirikan), karana Allah swt tidak akan menerima amal dakwah yang kita persekutukan dengan yang selain-Nya; dengan apapun. Faman kana yarju liqa-a rabbihi falya’mal ‘amalan shalihan wala yusyrik bi ’ibadati rabbihi ahada, maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah ia beramal dengan amalan yang tulus; tidak menyekutukan seorangpun dalam beribadah dengan Tuhannya.

Saudaraku di jalan Allah,
Di dalam ‘awathif yang bening nan jernih -- sebagaimana telah kusuguhkan di lapang dadamu – disitulah kehidupan … kebahagiaan … dan kelimpah-ruahan. Di dalamnya tedapat kekuatan, cadangan logistik, obat-obatan, dan keindahan, ada kebun-kebun dan tetamanan. Bagi pemilik ‘awathif yang demikian akan ia jumpai kegembiraan yang meruah, kebahagiaan yang mencurah dan kesenangan yang melimpah, meluber memenuhi jagad dunia jemala ini. Hatinya akan berdegup-dentum seakan hendak terbang penuh kegirangan. Menatap jauh kedepan akan cita dan harapan tampilnya seorang jundi sejati dari jundi-jundi dakwah ini. Ya Allah, dengan apa yang telah engkau ketahui akan cinta kami pada saudara-saudara kami, bahagiakanlah kami bersama mereka dengan tampilnya rijalud da’wah dan jundi-jundi aqidah yang mengusung amanah, penyeru dan pembawa misi (risalah)……………………

Demikian, semoga Allah swt selalu melindungi dan melempangkan jalan dakwah kita, selalu memberi bimbingan-Nya pada kita agar tetap konsisten meniti manhaj-Nya.
Wassalamu ‘alaikum wr.wb.


1 komentar:

dan demi waktu mengatakan...

asyik juga ayo terus maju bersama